Rabu, 23 Maret 2016

Being A Good Person

- 0 komentar

"Being A Good Person Is Like Being A Goalkeeper. No Matter How Many Goals You Save, Some People Will Remember Only The One That You Missed." -Thibaut Curtois (Football Player)





Sumber: Twitter @FootyJokes
[Baca Selengkapnya...]

Senin, 14 Maret 2016

Pelajaran Dari Pendakian Gunung Ungaran

- 0 komentar
Gak kerasa udah setahun sejak aku terakhir kali naik gunung. Yeps, terakhir naik gunung –sampai tulisan ini aku publikasikan- waktu naik gunung ungaran maret 2015 kemarin, tepatnya tanggal 14-15. Pendakian terakhirku emang sedikit berbeda dari biasanya. Oh bukan-bukan, kalau kalian mikir pendakianku berbeda karena waktu itu bareng mendaki bersama siapa saja kalian salah. Tetapi dari pendakian ini aku mengerti sebuah hal yang penting.

Cukup nekat memang karena memutuskan melakukan pendakian pada pertengahan maret, dimana tiga bulan sebelumnya -15 desember- aku mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan beberapa tulang jari kakiku patah dan bahu kiriku terasa-aku tidak tahu namanya- sakit. Sampai hari ini pun kadang masih terasa kebas saat digerakkan atau disentuh.

Mungkin saat itu gelora mendaki ku masih sangat kuat dan jujur waktu itu aku sangat rindu udara segar pagi hari di atas gunung. Sehingga aku nekat memutuskan melakukan pendakian bersama beberapa temanku. Dicky, Gemil, Ajeng, Chesa, dan Adnan. Meskipun aku sendiri yakin mereka juga ragu dengan kondisi kakiku. Haha

Dan semua dimulai. Sabtu pagi aku berangkat dari karanganyar, jemput Gemil dulu di boyolali terus langsung menuju Semarang. Sampai di semarang sekitar pukul sepuluh, setelah sarapan lalu siap-siap cari perlenngkapan mendaki (logistic). Sempat ada masalah soal personil yang mau berangkat, karena ada yang tadinya mau ikut ternyata gak jadi.

Prepare clear tinggal berangkat. Sekitar setengah jam perjalanan dari Tembalang ke base camp mawar pendakian gunung ungaran. Kita sampai di base camp pendakian selepas maghrib. Registrasi sebentar kemudian Sholat magrib sembari bersiap-siap. Kita sempet bertemu dengan dua orang yang aku lupa namanya, cewek dan cowok yang rencananya naik berdua dan akhirnya gabung dengan rombongan kami.

Secara pribadi aku memang lebih suka pendakian malam hari, karena beberapa faktor pertimbangan. Sebelum isya kita sudah mulai pedakian. Kawasan hutan langsung menyapa kami. Sepanjang perjalanan kita sering ngobrol dan bercanda untuk sekedar menghilangkan kesunyian dan sedikit melupakan lelah.

Selepas dari hutan kita akan menemui kebun kopi di samping kanan kiri jalan setapak yang kami lewati. Sampai akhirnya ketemu sebuah persimpangan antara ke puncak dan babadan. Perbatasan antara kebun Kopi dan kebun Teh. Disana ada sebuah goa peninggalan jaman Jepang (katanya). Sempat istirahat cukup lama disana.

Jalan mulai berubah saat kita melanjutkan perjalanan. Jalur pendakian mulai lebih miring dari sebelumnya. Sampai masuk ke dalam hutan kembali, meski tak selebat yang di bawah. Disini aku mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. Kaki yang sebelumnya mengalami masalah ketika aku kecelakaan akhirnya terasa mulai berdenyut-denyut. Beberapa kali aku meminta untuk break. Detik itu juga aku menyadari bahwa sebelum berangkat tadi ada sedikit kesombongan dalam diriku. Sebelum berangkat tadi aku sempat menyatakan dalam diriku bahwa puncak itu (gn. Ungaran) akan berada di bawah kakiku.

Akhirnya aku sampai pada titik dimana aku tidak lagi bisa memaksakan diri. Sebagai team leader sebenarnya aku merasa gagal kali ini. Adnan, Ajeng, Gemil, Chesa, dan dua orang (mbaknya & masnya) yang tadi bersama kami aku minta utuk melanjutkan perjalanan terlebih dahulu sembari nanti mencari tempat untuk mendirikan tenda. Karena pada saat itu banyak orang yang mendaki gunung ungaran. Sementara aku dan Dicky melanjutkan pendakian secara perlahan.

Hingga akhirnya aku sampai juga di tempat mendirikan tenda. Berhubung tendanya yang bawa Dicky jadi kita baru bisa mendirikan tenda setelah aku dan Dicky sampai. I feel useless in this moment.

Setelah mendirikan tenda, masak terus makan malam dan kami pun istirahat. Tapi aku masih duduk di depan tenda sambil ngobrol gak penting sama Gemil. Sebenernya sih yang di obrolin muter terus tapi kami ngobrolnya sampai hampir pagi.

Pagi itu ketika cahaya matahari mulai mendominasi langit sebenarnya kakiku sudah sehat kembali. Adnan, chesa, dan mas nya melanjutkan pendakian ke puncak. Tapi aku, saat itu aku seperti kehilangan hasrat untuk berdiri di puncak. Di sisi lain aku ingin memberi pelajaran untuk pikiran dan hatiku untuk tetap merendah. Dan dalam hati aku bicara kepada diriku sendiri.

“Setinggi apapun gunung yang kamu daki jangan pernah membuat merasa hebat, ingat kembali untuk apa kamu mendaki. Jangan berbangga hati ketika kamu sudah menaklukkan gunung yang lebih tinggi dan lebih sulit. Dan membuatmu yakin akan menjadi jaminan kau akan menaklukan yang lebih rendah. Kalahkan egomu dan jadikan ini pelajaran, kenanglah pendakianmu ini. bahwa ketika kau merasa hebat dan mengarah kepada kesombongan maka ada yang lebih bisa mengalahkan dirimu dengan mudah. Bahkan lebih mudah dari membalikkan telapak tangan untuk menghalangi pendakianmu. Sekali lagi, tujuanmu mendaki adalah untuk medekat kepada alam, untuk menikmati ciptaan Tuhanmu, bukan untuk kebanggaanmu”

Ini adalah kali pertama dalam pendakian aku tidak sampai puncak. Sebelum-sebelumnya aku selalu sampai di puncak dalam pendakian. Meskipun terkadang juga harus dengan susah payah. Aku menyerah terhadap gunung yang dalam ketinggian adalah yang paling rendah yang pernah ku daki (Sampai saat itu).



Pagi itu aku menyempatkan untuk menyendiri guna merenung –meskipun keadaan disana sangat ramai- sambil memejamkan mataku, sesekali aku membuka mata dan mengarahkan mata ke pandangan terjauh. Hal seperti ini kadang memang aku lakukan ketika mendaki gunung. Hanya ingin mengistirahatkan pandangan, membiarkan pendengaran menerima apapun yang ada, mencoba menjernihkan pikiran dari hal-hal keseharian yang kadang bikin pusing. And I loves that moment.

Meskipun kadang beberapa orang malah menggapnya aneh, dan mengira aku galau atau sedang cari wangsit. Hahaha. But trully I feel nothing for a few seconds. Aku ngerasa semua beban pikiran hilang sejenak kalau aku melakukan itu.



Persiapan turun

Setelah semua momen aku nikmati pagi itu, kita melakukan persiapan untuk kembali ke bawah. Dalam perjalanan ke bawah sempat turun hujan. Dan aku bersyukur punya jaket angkatan (planologi undip 2010) yang bias menahan air hujan.




sedang istirahat setelah kehujanan


Kiri-kanan. Cewek: Chesa-Gemil-Ajeng-Mbaknya
Cowok: Dicky-Adnan-Aku-Masnya





Harusnya ada banyak detail pendakian yang bisa aku ceritakan. Mulai berbagi coklat pasta saat istirahat, gimana salah satu dari kita tiba-tiba bad mood. Bahkan saat makan siang di warteg sebelum berangkat masih tersimpan di memori otakku. Tapi aku tulis cerita ini untuk mengingat bahwa kesombongan dapat menjegalmu untuk mencapai tujuan. Just, tolong renungkan hal itu. Terimakasih sudah membaca.
[Baca Selengkapnya...]
 
Copyright © . Gunawan Setyo Nugroho - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger