Juli, selalu menjadi bulan
yang istimewa buatku. Ya karena memang di bulan inilah aku lahir, jadi tak
salah kalau tiap tahunnya bulan ini menjadi bulan yang spesial buatku. Kali ini
aku ingin cerita pengalamanku tenteng bualan juli tahun 2011, yang menjadi
salah satu bulan terbaik dalam hidupku. Bukan karena meriahnya perayaan ulang
tahunku atau aku dapet kado yang aneh, tapi karena pada bulan juli tahun ini
aku dapet pengalaman yang sangat menyenangkan.
Ekspedisi Gunung Sumbing
8-10 Juli 2011
Hari ini aku punya rencana
buat pergi ke Wonosobo bareng beberapa temen-temenku. Bukan sekedar buat
jalan-jalan, tapi kita mau ndaki gunung Sumbing. Setelah sholat jumat aku
bersiap berangkat. Sebelumnya udah aku siapin barang-barang yang ingin aku
bawa, jadi setelah sholat jumat aku tinggal masukkin aja barang-barangnya.
Setelah itu aku berangkat menuju base camp kelasku yang masih berada di daerah
Tembalang di Kota Semarang, ya karena aku sedang kuliah di sana.hehe.
Ada 11 orang yang akan
berangkat buat ndaki gunung kali ini. Aku, Jazen, Bagus (gebleg/john), Fikar
(kipli), yoyok, Anang (mitro), Adi, Dikki, Maman, Munif (bendrong), dan Chacha
satu-satunya cewek yang ikut. Sebenernya sih ada satu lagi yang ikut kumpul
waktu itu –Reza, tapi bujuk rayu kita buat ngajak dia berangkat gak mempan,
jadi dia tetep gak mau ikut. Setelah sekitar jam 4 sore akhirnya kita
berangkat. Kita berangkat menuju wonosobo pake motor. Aku boncengan sama Maman,
terus Jazen sama yoyok, gebleg sama adi, kipli sama chacha, dikki sama mitro,
sementara bendrong naek motor sendirian dengan belalang tempurnya alias motor
crypton..haha
POM Bensin Undip persiapan berangkat wonosobo |
Perjalanan ke wonosobo
cukup lama, sekitar 4-5 jam. Kita sempet mampir dulu di daerah kendal buat
istirahat sama makan malam. Beberapa kali kita dapet masalah selama perjalanan,
salah satunya si belalang tempur milik bendrong kecapean. Aku lupa itu di
daerah mana, tapi yang jelas itu udah keluar dari daerah kendal. Jadi motornya
tuh entah kenapa rodanya bermasalah. Tapi kita tetep bisa lanjutin perjalanan.
Kita sampai di wonosobo
udah cukup larut waktu itu, dan langsung menuju rumah salah satu kenalan jazen.
Selama di wonosobo kita nginep di tempat kenalan jazen itu, namanya mas mamat.
Sampai disana kita sempet terkejut, soalnya lagi ada hajatan di deket rumahnya.
Tapi setelah kita hubungin mas mamat akhirnya dia keluar buat ngajak kami
menuju rumahnya. Rumahnya sederhana, tapi bagus dan aku suka bentuknya.hehe
Singkat cerita kita disana
langsung istirahat. Dan pagi hari kita sempet di ajak buat ke tempat pemendian
air panas deket derah situ, gak begitu jauh kita jalan kaki sekitar 10 menit
aja. Beberapa dari kita sempet mandi di sumber mata air itu. Aku sih gak ikutan
mandi, soalnya udah pernah ngerasain mandi di sumber mata air panas –sebenernya
sih bawaan lahir males mandi..haha. sekitar sejam kita di tempat pemandian ini,
sampai akhirnya kita pulang ke rumah bang mamat.
Siangnya kita berangkat
menuju ke gunung. Kita berangkat dari rumah bang mamat sekitar jam 10 dan
perjalanan butuh waktu sekitar 1 jam. Kita semua berangkat bareng bang mamat
dan saudaranya mas panji. Sampai di lokasi kita langsung menuju posko buat
lapor kalo kita mau melakukan pendakian gunung sambil memenuhi beberapa
administrasi. Setelah urusan selesai kita langsung menuju desa yang ada di atas
posko tempat kita melapor tadi. Disana kita mampir ke tempat salah satu penduduk
buat nitipin sepeda motor kita.
Setelah kita istirahat
cukup lama, akhirnya kita berangkat menuju puncak sumbing. Kita naik gunung
ditemani sama tiga orang team leader dari desa itu yang aku lupa namanya (hehe
maaf). Karena kita gak ada yang tau medannya, jadi kita perlu orang buat jadi
team leader. Dan beruntunglah kita dapet orang yang mau buat mandu kita ndaki gunung
Sumbing.
Baru sebentar kita jalan
udah pada capek,,dasar payah. Padahal belum ada separoh perjalanan, seperlima aja
belom ada. Tapi mereka udah pada duduk di pinggir jalan setapak yang kita
lewati, duduk sambil ngobrol, minum, malahan ada yang udah ngrokok.
Setelah dirasa cukup
akhirnya kita mulai jalan lagi. Jalan yang kita lewati saat itu masih jalan
yang cukup lebar. Di samping kanan terhampar sawah, sementara di sebelah kiri
ada jurang yang di bawahnya juga terdapat sawah.
Perjalanan kita lanjutkan,
dan pada saat ini rombngan udah mulai terpisah. Ada yang udah jalan duluan,
juga ada yang masih tertinggal di belakang. Jazen misalnya, dengan santainya
dia jalan di belakang sambil sesekali menyalakan rokok tingwenya alias linting
dewe –itu lho yang biasanya di rokok sama kakek-kakek, yang dilinting sendiri.
Sampai di Pos 1 kita
istirahat lagi. Sebagian dari kita mulai membuka bekal yang kita bawa. Mulai
dari makanan ringan, roti, sampe mie instan buat dimasak. Terus sebagian lagi
ada yang ngisi botol-botol minuman di sumber mata air yang ada di deket situ
buat persediaan nanti.
Sembari menunggu makanan
siap, kita sempet ngobrol-ngobrol. Dari obrolan itu aku tahu kalo team leader
kami ini udah sering naik turun gunung sumbing. Mereka dan katanya mereka bisa
sampe puncak dalam waktu kurang dari lima jam. Hebat deh pokoknya.
Selesai makan kita
akhirnya bersiap kembali buat berangkat. Semua tempat minum udah penuh dan siap
jadi amunisi kita selama perjalanan. Lepas dari pos 1 kita mulia masuk kawasan
hutan, bukan lagi hamparan sawah di kanan kiri.
Jalan setapak yang kita
lewati lebarnya gak pasti. Seringnya Cuma bisa dilewati satu orang, tapi kadang
ada yang bisa buat dua orang, bahkan ada yang bisa buat beberapa. Kita terus
aja jalan, sampai akhirnya kita ngelewati pos 2. Tapi kita gak mampir ke pos
ini, soalnya takut kelamaan kalo dikit-dikit berhenti.
Setelah melewati pos 2,
rombongan mulai terpecah. Ada 3 kelompok disini, kelompok depan, tengah sama
belakang. Saat itu aku ada di rombongan yang tengah. Kita terus jalan nembus
hutan yang seakan gak ada ujungnya. Di jalan aku sempet dikasih buah sama salah
satu leader kita buah yang mirip strawberry –aku gak tahu namanya. Buahnya berwarna
merah, dan rasanya manis keasaman.
Kita sempet berhenti lagi
di bawah sebuah pohon besar buat nunggu rombongan yang ada di belakang. Pohon
yang jadi tempat kita berteduh ini cukup besar, dan aku kira umurnya tak kurang
dari 20 tahun. Di bawah pohon ada sebuah prasati yang terbuat dari batu. Di
atas batu tertulis nama seseorang pria yang meninggal disana, waktu melakukan
pendakian.
Perjalanan dilanjutkan
lagi ketika rombongan udah lengkap. Dan kita kembali melintasi hutan yang
kelihatannya menyenangkan kalo buat camping –menurutku sih. Lama kelamaan
akhirnya pepohonan mulai berkurang. Itu tandanya kita udah mulai keluar dari
hutan. Benar saja, tak lama akhirnya kita keluar dari hutan.
Begitu keluar dari hutan,
tampak sebuah pemandangan yang menurutku tak wajar. Aku melihat jalan yang harus
kita lalui begitu tandus dan gersang, akan tetapi di samping jalan tumbuh
rumput-rumput liar yang sangat lebat. Sesuatu yang sangat kontras. Karena
gersangnya bukan gersang karena sering di injak menurutku. Tapi semua itu gak
begitu aku permasalahin.
Perjalanan terus
berlanjut, dan aku merasa staminaku sudah sangat terkuras. Semua itu karena
trek yang kita lalui nanjak banget. Baru kali ini aku ndaki gunung dengan
tracking jalan yang begitu miring. Selain itu beberapa kali kakiku harus
terperosok karena tanah yang aku injak cukup gembur. Dan itu semakin membuatku
capek. Kelihatannya temen-temen juga udah mulai pada capek, itu keliatan dari
jalan mereka. Tiap beberapa langkah mereka narik napas.
Sekitar pukul lima sore,
dengan sisa-sisa semangat yang masih ada akhirnya kita sampai di Pestan –pasti
mikir sampai puncak ya? Belum masih separoh jalan. Dan di pestan inilah kita
istirahat buat kesekian kalinya –mungkin di gunung lain namanya “Sabana” bukan
“Pestan”.
Dengan view di sebelah
barat ada gunung sindoro, ditambah sama kumpulan awan yang menyelimuti
menjadikan lokasi ini sebagai tempat yang sangat tepat buat liat Sunset. Karena
itu kita akhirnya mutusin buat nunggu sampai matahari terbenam sebelum lanjutin
perjalanan. Dan kembali, makan jadi kegiatan kita sambil menunggu Sunset. Saat
Sunsetpun akhirnya tiba, dan sebuah pemandangan yang indah terlihat.
Begitu matahari gak
keliatan lagi dan diganti sama malam, udarapun berubah drastis. Yang tadinya
masih cukup hangat dengan adanya sinar matahari, langsung berubah sangat dingin
begitu matahari tenggelam di ufuk barat. Dan aku langsung pake baju pecinta
alamku –sebenernya sih punya kakakku, tapi aku pinjem tanpa ngomong..hehe.
Sesaat setelah matahari
terbenam, kita muali ngelanjutin perjalanan. Tapi karena kita istirahat cukup
lama dan ditambah udara yang berubah drastis, salah satu dari rombongan
mengalami keram di kakinya. Waktu itu Dikki yang menglaminya, baru beberapa
meter kita jalan tau-tau kakinya mengalami keram. Beberapa kali coba di atasi
tapi belum juga sembuh.
Rombongan sempet berhenti
waktu itu. Tapi setelah diskusi, akhirnya rmbongan tetep melanjutkan
perjalanan. Dan mas Panji yang akan nemenin Dikki sampe dia bisa jalan lagi. Rombongan
bakal nunngu di tempat yang udah di janjiin yaitu “watu kotak” (batu kotak). Aku
sendiri mutusin buat nunggu Dikki sampe keramnya sembuh. Selain aku juga ada
adi yang juga nunggu.
Cukup lama waktu itu,
sampai rombongan yang di depan udah gak keliatan –ya iya lah orang malem,
apalagi di gunung jarak 10 meter aja gak bakal keliatan. sekitar setengah jam
lebih kita nunggu disana, sampe akhirnya kita lanjutin perjalanan karena dikki
udah bisa jalan lagi.
Kita berempat udah
ketinggalan jauh dari rombongan. Dengan kondisi dikki yang gak 100%, ditambah
sama staminaku yang udah turun drastis, kita jadi lambat buat jalan. Udara
dingin dan lapisan oksigen yang semakin tipis jadi kendala lain. Apalagi buatku
yang punya idung kecil ini, sedikit oksigen yang bisa aku hirup. Jadi aku
gampang banget capek waktu itu. Akhirnya kita bisa nyusul yang laen. Mereka
udah pada santai-santai nungguin kita.
Kita sempet istirahat lama
sebelum sampe puncak. Buat api unggun sama masak bekal mie instan sama energen
buat nambah energi. Kita ngobrol sambil menghangatkan diri deket api, tapi
meskipun tangan udah di atas api tetep aja dinginnya gak ketulungan. Karena
dinginnya gak mau di ajak kompromi, jadi aku pake tambahan jaket biar nguranin
rasa dinginnya.
Sekitar jam 4 pagi
akhirnya kita mutusin buat naik lagi supaya bisa liat sunrise dari puncak. Saat
itu cha-cha sempet mau nyerah, dan mau nunggu aja di tempat kita istirahat
tadi. Sebagai pacar yang baik hati, gak sombong, terus suka menabung, akhirnya
kipli juga mutusin buat tinggal disitu. Tapi setelah dibujuk akhirnya cha-cha
mau juga buat nerusin perjalanan. Giliran cha-cha udah mau lanjut, eh malah
yoyok sama mitro yang yang nyerah.
Akhirnya dengan ditemani
sama mas panji, mereka berdua tinggal di tempat api unggun tadi. Aku sih
sebenernya udah hampir nyerah juga, tapi aku inget sama omongan temenku SMA
namanya Syafi’i. Dia ngomong ngapain susah-susah naik gunung kalo gak sampe
puncak. Dari situ aku punya keinginan buat naik lagi. Meskipun aku udah mikir
bakal jadi yang terakhir sampe puncak, tapi aku yakin sama kemampuanku.
Berhubung tadi aku, dikki,
sama adi jadi orang terakhir yang sampai di camp, jadi kita bertiga disuruh
jalan di barisan depan. Seperti yang udah aku duga staminaku emang udah tinggal
dikit –perlu diketahui kalo aku emang punya stamina yang bisa di bilang cukup
lemah- jadi baru jalan bentar aja perlu istirahat. Tapi perkiraan kalo aku
bakal sampe terakhir kayaknya gak terbukti. Aku, dikki, adi, sama ditemani
salah seorang leader ternyata udah jauh ninggalin rombongan belakang. Aku
sendiri bingung kenapa bisa terjadi. Padahal kita jalannya udah lambat banget,
soalnya sering istirahat –sebenernya sih penyebabnya aku.
Akhirnya setelah
perjuangan tanpa lelah kita sampai juga di puncak. Mas leader, adi, dikki,
kemudian aku sampai. Hah, rasanya lega banget tuh bisa sampe. Dan sesampainya
di puncak aku langsung cari tempat buat istirahat. Selang 15-30 menit rombongan
mulai pada sampe di puncak juga.
Tujuan gak selamanya
berhasil, apalagi tujuannya melihat kejadian alam. Yap, itu yang terjadi sama
kita. Kita dari awal emang udah niat buat liat sunrise, tapi karena cuacanya
mendung jadi mataharinya gak keliatan deh saat mau nongol dari timur. Yaaahh,
sayang baget waktu itu. Tap semua gak terlalu kecewa baget kok. Soalnya
kegagalan liat sunrise di ganti sama pemandangan awan yang bagus.
Mau liat foto-fotonya? Ini
diaa....
Pagi di puncak |
Pestan |
Sok cool di puncak sumbing latar gn. sindoro |
masih sok cool |
![]() |
Mencoba dapet foto sunrise |
Setelah puas menikmati
puncak akhirnya kita turun juga. Perjalanan turun beda sama pas naiknya.
Semuanya kayak pada balapan buat turun. Jadi rombongan mulai terpecah di tengah
jalan.
Di tengah jalan aku dapet
masalah, yaitu dehidrasi. Perlu diketahui lagi kalo aku juga tipe orang yang
gak bisa jauh sama air minum, alias gampang haus. Jadi ketika persediaan air
abis rasanya udah kayak kehilangan separoh nyawa aku.
Kekurangan air membuat
tubuhku lemas sama gemetaran. Ditambah sama terpaan sinar matahari jadi bikin
aku keadaanku tambah parah. Rasanya tuh udah kayak jalan di gurun pasir.
Kondisiku yang kayak gini bikin aku ketinggalan sama rombongan.
Mulai masuk ke hutan
rasanya lebih nyaman. Banyaknya pohon menghalangi terpaan sinar matahari. Tentu
saja dengan begitu kadar air di tubuhku gak cepet ilang kayak tadi sebelum
masuk hutan, karena sinar matahari bikin air cepet menguap.
Di pos 2 kita sempet
istirahat. Aku tentu yang paling terakhir samapai di pos dua. Istirahatpun
rasanya gak bikin staminaku naik, lagi-lagi karena dehidrasi yang bikin kayak
gitu. dengan sisa tenaga yang ada aku berjalan lemas menuju pos satu. Tangan
dan kakiku benar-benar mulai gemetaran. Rasanya jalan begitu panjang dan gak
ada ujungnya.
Rombongan udah pada
istirahat di pos 1 ketika aku sampai disana. Dan ketika aku meletakkan tubuhku,
aku langsung dikasih minum kayak orang di kasih pertolongan medis.hehe.
sebagian udah mulai pada masak makanan yang tersisa, daripada di bawa pulang
mending di habisin sekalian.
Setelah dapet minum rasnya
staminaku jadi maksimal lagi. Dan begitu lanjutin balik dari pos 1 aku di suruh
jalan di depan. Kayak bajaj di kasih NOS –aneh baget- yang tadinya jalannya
lelet banget, setelah dapet minuman aku langsung ngacir di depan. Dan termasuk
paling awal yang sampe di kampung.
Oh ya, mau kasih tau
dikit. Waktu di kampung kita ketemu orang –Gila- yang ngaku namanya Mitsubishi
Pajero..haha. jangan-jangan keturunan orang yang diriin pabrikan mobil
mitsubishi nih.